TENTANG SAYA
Total Tayangan Halaman
MY POST
Diberdayakan oleh Blogger.
Daftar Blog Saya
-
ASAS-ASAS PENDIDIKAN ISLAM - *BAB I* *PENDAHULUAN* Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Sementara dalam u...3 tahun yang lalu
-
-
-
Konsep Mahabbah Dalam Tasawuf - *BAB I* *PENDAHULUAN* Ajaran cinta kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi Muhammad sendiri –yang notabene pembawa agama Islam– diut...12 tahun yang lalu
-
PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA BERDASARKAN MITOS - BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Manusia dewasa ini telah banyak merasakan kenikmatan hidup, baik berupa nikmat jasmani maupun nikmat rohani. Kenikmatan ja...11 tahun yang lalu
-
-
-
Pendidikan Non Formal - BAB I PENDAHULUAN Kesulitan Dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa ...12 tahun yang lalu
-
-
-
Teori-teori belajar - *BAB I* *PENDAHULUAN* Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan.setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tuju...12 tahun yang lalu
-
BAB I
PENDAHULAUAN
Islam adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui Rasulullah
SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai penyempurna
ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam merupakan ajaran
yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya,
melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat manusia
bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah atau
sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori
yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan
Hablum Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua
hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan.
Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun
hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif.
Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama
transedental.
BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT TENTANG MASYARAKAT
A. Surat al-Ra’du
ayat 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ
بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ إِنَّ اللهََ
لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْامَا بِأَنْفُسِهِمْ وَاِذَا
أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مَرَدَّالَهُ وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ
وَّالٍ
Artinya :
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah, sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.
Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga
dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap
dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda
rusaknya kemakmuran suatu bangsa.
لَهُ مُعَقِبَاتِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ
وَمِنْ خَلْقِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ
Pada tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun yang nampak ada malaikat
yang terus menerus bergantian memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan
gerak gerik setiap manusia, sebagaimana berganti-ganti pula malaikat yang lain
yang mencatat segala amalannya, baik maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada malaikat siang,
satu berada disebelah kiri yang mencatat segala amal kejahatan dan satu
disebelah kanan yang mencatat segala amal kebajikan, dan dua malaikat bertugas
memelihara dan mengawasi manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam ayat ini
adalah malaikat Hafadzah.[1] Adapun
keempat malaikat itu tidak akan terlepas dari kita, melainkan kita sedang dalam
keadaan mempunyai hadats besar. Sebagaimana dalam sabda Rasul :
اِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَيُقَارِقُكُمْ
عِنْدَالْخَلاَءِ وَعِنْدَالْجِمَاعِ فَاسْتَحْيُوْهُمْ وَاَكْرَمَهُمْ.
“Sesungguhnya ada malaikat-malaikat yang
mengikuti kamu dan tidak terpisah dari kamu melainkan disaat-saat kamu membuang
hajat besar atau bersetubuh, maka di segani dan hormatilah mereka.”[2]
إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى
لاَيُغَيِّرُمَا بِأَنْفُسِهِمْ
Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum berupa nikmat dan
kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri. Allah juga menyuruh kita (umat-Nya) untuk mengubah
suatu kedzaliman karena jika kita tidak merubahnya, maka Allah akan memperluas
siksaannya, sedangkan Allah menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi
penguasa (khalifah) yang bertugas memakmurkan dan memanfaatkan segala isinya
dengan baik bukan untuk merusaknya.[3]
وَاِذَا أَرَادَاللهُ
بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مُرَدَّالَهُ
Kita tidak patut dan tidak boleh meminta kepada Allah agar keburukan
segera didatangkan sebelum kebaikan atau siksaan sebelum pahala, karena jika
Allah telah menghendaki dan menimpakannya kepada mereka, maka tidak ada
seorangpun yang dapat menolak takdir-Nya.
وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّلٍ
Tidak ada penolong bagi manusia seorangpun yang dapat mengendalikan
urusan mereka, dan tidak ada seorangpun pula yang mampu mendatangkan
kemanfataan atau menolak madharat selain Allah SWT. Sebagaimana dalam
Firman-Nya Surat al-Hajj ayat 73:
يَاَيُّهَاالنَّاسُ
ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْالَهُ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ
لَنْ يَخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِاجْتَمَعُوْلَهُ وَاِنْ يَسْلُبْهُمُ الدُّبَابُ
شَيْئًا لاَيَسْتَنْقِذُهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ
Artinya:
“Hai manusia, telah di buat perumpamaan, maka
dengarkanlah olehmu perumpamaan itu, sesungguhnya segala yang kamu seru selain
Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka
bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,
tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu, amat lemahlah yang
menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah.”[4]
B. Surat al-Hujurat ayat 11-13
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ بِئْسَ الإِسْمُ
الْفُسُوْقُ بَعْدَاْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُوْنَ (11) يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ
الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوْاوَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ
مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ (12)
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (13)
(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah
suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang
diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula
wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang
diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa
yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah
salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku
diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya
persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu
keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah
juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa,
bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan
saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa
itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
Kita tidak boleh saling menghina diantara sesamanya. Ayat ini akan
dijadikan oleh Allah sebagai peringatan dan nasehat agar kita bersopan santun
dalam pergaulan hidup kaum yang beriman. Dengan hal ini berarti Allah melarang
kita untuk mengolok-olok dan menghina orang lain, baik dengan cara membeberkan
keaiban, dengan mengejek ataupun menghina dengan ucapan / isyarat, karena hal
ini dapat menimbulkan kesalah-pahaman diantara kita.
عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
Allah melarang kita menghina sesamanya karena boleh jadi orang yang
dihina itu lebih baik dan lebih mulia disisi Allah kedudukannya dari pada yang
menghina.
وَلاَنِسَاءُ مِنْ نِسَاءِ عَسَى اَنْ
يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ
Orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain,
niscaya lupa akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada dirinya sendiri.
Sebagaimana dalam sabda Nabi:
الكِبْرُ بَطْرُالْحَقِّ وَغَمْصُ
النَاسِ
“Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan
memandang rendah manusia”.
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ
Dalam penggalan ayat ini Allah melarang kita mencela orang lain karena
mencela orang lain sama saja mencela diri sendiri, karena orang-orang mukmin
itu bagaikan satu badan. firman Allah SWT yang menerangkan tentang balasan bagi
orang yang suka mencela orang lain yaitu:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Neraka wailun hanya buat orang yang suka
mencedera orang dan mencela orang”. (al-Humazah: 1)
Adapun dari arti هُمَزَةٍ
yaitu mencedera, yakni memukul dengan tangan, sedangkan لُمَزَةٍ yaitu mencela
dengan mulut.[5]
وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ
Allah melarang kita memanggil orang lain dengan gelaran-gelaran yang
mengandung ejekan-ejekan, karena hal ini termasuk menjelekkan seseorang dengan
sesuatu yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang yang dihina itu telah
bertaubat, tapi jika gelaran (panggilan) itu mengandung pujian dan tepat
pemakaiannya, maka itu tidak di benci sebagaimana gelar yang diberikan kepada
Umar, yaitu:Al-Faruq.
بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقَ بَعْدَاْلإِيْمَانِ
Allah melarang kita memanggil orang dengan kata “fasik” setelah ia sebulan
masuk Islam atau beriman. Para ulama’
mengharamkan kita memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak di sukai.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُوْنَ
Ayat ini di turunkan mengenai “Shafiyah binti Hisyam Ibn Akhtab”, Beliau
datang mengadu kepada Rasul bahwa isteri Rasul yang lain mengatakan kepadanya.
Hai orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi, mendengar itu, Rasul berkata:
mengapa kamu tidak menjawab: ayahku Harun, pamanku Musa, sedangkan suamiku
Muhammad. Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang sudah mengolok-olok
bahkan menghina orang lain tapi tidak bertaubat, maka mereka termasuk orang
dholim.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ
Dalam ayat ini Allah melarang bahkan mengharamkan kita berprasangka buruk
atau berfikiran negatif terhadap orang yang secara lahiriyah tampak baik dan
memegang amanat, atau kita tidak boleh menfitnah seseorang, karena menfitnah
itu bukan saja menyakiti seseorang dari lahirnya saja tapi juga menyakiti
bathinnya.
اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمُ
Allah melarang kita berburuk sangka terhadap orang lain karena sebagian
dari buruk sangka itu dosa. Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah
tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua
orang yang baik.
Dalam hal ini prasangka yang di larang adalah prasangka buruk yang dapat
menimbulkan tuduhan kepada orang lain, sedangkan prasangka tentang perkiraan
itu tidak di larang.
Sebagaimana
terdapat dalam suatu hadits :
ثَلاَثٌ لَأَزِمَّاتٌ ِلأُمَتِّى :
الطِبْرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُالظَّنِّ
“Tiga macam membawa krisis bagi umatku, yaitu
memandang kesialan, dengki, dan buruk sangka”.[6]
وَلاَتَجَسَّسُوْ
Allah melarang kita mencari-cari keaiban dan menyelidiki rahasia
seseorang, tapi jika kita memata-matai seseorang atau musuh agar tidak terjadi
kejahatan, maka itu di perbolehkan.
وَلاَيُغَيِّبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
Allah melarang mencela orang di belakangnya atau menggunjing tentang
sesuatu yang tidak di sukainya.
Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan adalah jika bertujuan untuk
:
a.
Untuk mencari keadilan,
b.
Untuk menghilangkan kemungkaran,
c.
Untuk meminta fatwa atau mencari kebenaran,
d.
Untuk mencegah manusia berbuat salah,
e.
e.Untuk membeberkan orang yang tidak malu-malu
melakukan kemaksiatan.
اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ
لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ
Allah melarang kita membicarakan keburukan seseorang, karena hal itu sama
halnya dengan makan bangkai saudaranya yang busuk. Allah melarang hal ini
karena perbuatan ini merupakan penghancuran pribadi terhadap saudara yang di
cela itu.
وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ
رَّحِيْمٌ
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita bertaubat dari kesalahan yang telah
kita perbuat dengan di sertai penyesalan dan bertaubat (taubat an-nasukha).
Dalam ayat ini Allah juga memberitahukan bahwasanya Allah senantiasa membuka
pintu kasih sayangnya, membuka pintu selebar-lebarnya dan menerima kedatangan
para hambanya yang ingin bertaubat supaya menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT.
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا
خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى
Dalam ayat ini
mengandung dua penafsiran, yaitu :
a. Seluruh
manusia diciptakan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Adam dan dari
seorang perempuan, yaitu Hawa.
b. Segala
manusia sejak dulu sampai sekarang terjadi dari seorang laki-laki dan
perempuan.
وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوْا
Allah menjadikan manusia dari berbagai macam suku dan bangsa agar kita
saling mengenal. Ayat ini merupakan dasar demokrasi yang benar di dalam Islam,
dengan menghilangkan kasta dan perbedaan.
اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ
اَتْقَاكُمْ
Semua manusia di sisi Allah SWT itu sama, yang membedakan hanyalah
ketaqwaannya. Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah
dan mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan
akhirat. Kemuliaan hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi,
perangai, dan ketaatan pada Allah.
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu baik yang tampak ataupun
tersembunyi. Dan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Sang Pencipta.
C. Ayat-ayat yang Berhubungan dengan Alam
Semesta
Di antara ayat-ayat yang dijadikan sebagai bukti otentik tentang
penciptaan alam semesta dalam Al-Qur’an yaitu:
1. Surat Al-Baqarah ayat 29
Bahwa Allah SWT setelah merici ayat-ayat-Nya tentang diri manusia dengan
mengingatkan awal kejadian, sampai kesudahannya dan menyebutkan bukti keberadaan
serta kekuasaan-Nya kepada Makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri
pada diri mereka, kemudian Dia menyebutkan ayat-ayat-Nya atau bukti lain yang
ada di cakrawala melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan
bumi, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang meliputi segala-galanya dan
menunjukkan betapa banyak karunia-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan
segala yang di bumi sebagai bekal dan persediaan untuk dimanfaatkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa :
- Setiap manusia itu di jaga oleh 4 malaikat hafadhah dan bahwasanya Allah adalah sebaik-baik penolong bagi kita.
- Dalam hidup bermasyarakat tidak boleh saling membedakan karena semua sama, tak ada yang beda disisi Allah melainkan ketaqwaannya.
- Setiap manusia itu pasti punya kesalahan dan Allah maha penerima taubat hambanya sebelum sakaratul maut.
- Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali dia merubahnya dan Allah menyuruh kita untuk memberantas kedzaliman.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, CV Toha
Putra, Semarang,
1988.
H. Salim Bahreisy dan H. Said
Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu
Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya,
1988.
H. Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974.
Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim
Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar,
Yayasan Nurul islam, Surabaya,
1982
Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid
an-Nur, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang,
2000.
[1] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur 5 (surat 42-114), PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hlm 2074.
[2] H.
Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988, hlm 431
[3] Ahmad
Mustofa al Maraghi, Terjemah tafsir
al-Maraghi, juz XIII, CV Toha Putra, Semarang,
1988, hlm 135.
[4] Mukti
Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974, hlm 470.
[5] Prof.
H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul
Islam, Surabaya,
1982, hlm 236.
[6] Ibid,
hlm 239.
Label:
AYAT-AYAT TENTANG MASYARAKAT
|
0
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)